UA-83233104-1

Tuesday 25 July 2017

Tahun Pertama Putraku di Gontor


Assalamualaikum, wr. wb. ...
Kali ini saya ingin bercerita tentang, bagaimana perasaan orang tua kala anaknya mondok. 
Bukan Cuma Ibuku yang bertanya, “ Kok tega anak di pondokkan?”. Teman serta saudara-saudarapun juga bertanya yang sama.

Hatiku teriris mengingat pertayaan itu. Seolah memaksaku untuk merecall kembali tentang apa sebebenarnya motivasi awal sehingga membiarkan anakku sekolah di pondok?


Ya, mereka yang nggak terlalu paham atau memang belum paham tentang apa itu pondok dan bagaimna kehidupan di pondok akan punya pendapat yang berbeda. Tapi kembali lagi, setiap orang memang punya tujuan hidup yang berbeda. Apapun tujuan hidupnya, itu pulalah yang akan mendasari ke mana akan mengarahkan anaknya menuntut ilmu.

Ok, untuk yang ini deal ya, saya nggak akan membahasnya secara detail. Takut kita nggak sependapat, jadinya khan nggak enak.
Baik, tentang pengalaman saya aja.

Tahun Pertama

Liburan pertama sudah dekat. Hatiku seneng banget, karena mujahidku akan kembali ke rumah selama satu minggu penuh. Ini setelah selama 6 bulan belajar di pondok. Sebetulnya selama 6 bulan itu aku bukannya tidak bertemu sama sekali, karena minimal 1 bulan sekali aku mengunjunginya. Bahkan kadang jarak 5 jam perjalanan itu terasa dekat dan memaksaku harus mengunjunginya meski baru 2 minggu aku ke sana.

Namun demikian kehadirannya kembali di rumah adalah saat-saat yang sangat aku tunggu. Bukan Cuma aku, suami serta adik-diknya juga merasa kangen, ingin berkumpul lagi di rumah bersama sang kakak.





 Hari H ditentukan, dimana santri yang pulang bersamaan dengan konsulat akan diplot di Masjid Al akbar Surabaya. Nggak sabar aku menunggu siang, sejak pagi aku sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Termasuk masakan kesukaan kakak, rawon plus sambal terasi.

Waktu itu aku dan dua adiknya nggak ikut njemput kakak. Hanya suami yang menjemputnya. Kami menunggu dirumah karena ingin memberikan kejutan-kejutan kecil buat sang kakak.

Sehabis shalat dhuhur, kakak datang. Kubukakan pintu dengan hati yang bercampur aduk bahagianya.

Tapi …. Saat kulihat wajahnya, tiba-tiba hati ini seperti nggak kuat menahan sedih. Air mataku kutahan untuk nggak terjatuh, meski tenggorokan serasa tercekat. Kudapati anakku, yang dulunya putih dengan wajah yang agak bulat. Kini terlihat kurus kering, agak kehitaman. Aku nggak bisa berkata apapun, selain hanya tersenyum yang kupaksakan.

Kukuatkan hatiku, meski berbagai pertanyaan berseliweran silih berganti.

“Apakah anakku sedih? Apakah nggak kerasan disana? Apakah tertekan? Mengapa dia kurus, apa kurang makan? Apa sakit?” segala bentuk pertanyaan keraguan berkecamuk menjadi satu.

Lalu segera ku suruh mandi, dan ganti baju yang bersih agar terlihat lebih segar.

“Pa… kok berat badannya turun drastic ya?” kita saling berpandangan sesaat, seolah saling mengiyakan pendapat masing-masing.

“Aku tadi juga berpikir demikian. Tapi ternyata hampir semua anak berat badannya turun drastic. Bahkan ada yang turun sampai 20 kg. ini cerita beberapa wali santri yang kutemui tadi!”

“Ooo … ” aku sedikit lega. Kalimat ini sedikit menghiburku, karena ternyata hampir semua mengalami demikian, bukan Cuma anakku.

Ya itulah salah satu hal yang harus dipersiapkan orang tua saat melepas anaknya mondok. Jangan terlalu risau dengan turunya berat badan, tapi mendapatinya sehat dan tambahan ilmu yang tak terhingga besarnya adalah sesuatu yang jauh berharga dari segalanya.

Memang ada cerita-cerita yang membuat kita sedikit harus menahan air mata. Seperti ketika ia melakukan kesalahan harus dihukum. Lalu ada saat-saat tertentu yang membuat anak harus melewatkan jam makannya, karena banyaknya kegiatan.

Tapi selama anak kita mampu mengatasinya dan dalam kategori yang bisa ditolelir sebaiknya kita kuatkan saja mental anak kita. Janganlah kerisaaun atau kegalauan kita akan membuat mentalnya menjadi down.
Tugas kita mensuport dan mendoakannya, semoga Allah melindunginya dari hal-hal yang buruk dan menuntunnya pada kebaikkan.

Kau harus kuat Mujahidku, karena kelak kau akan tahu. Bahwa ilmu hidup yang sebenarnya telah kau dapatkan di sana. Semoga Allah memudahkan langkahmu dalam menuntut ilmu!

Wassalamualaikum, wr. wb.  

11 comments:

  1. Semangat ya...
    Insya Allah semua akan terbayar pada waktunya.

    Saya dan suami sudah niat mau menyekolahkan Fahmi kelak ke Pondok Gontor. Padahal anaknya anak mama banget. Pemalu dan sedikit sedikit mudah tersinggung. Kami kadang maju mundur mengingat sifat dan bawaannya demikian. Apa akan kuat nantinya?

    Yuk saling mendoakan ya... Semoga si kakak makin betah dan dapat ilmu manfaat makin banyak. Amin...

    ReplyDelete
  2. semoga mendapat ilmu yang barokah :) dunia akhirat ya mbak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiin. Terimakasih mbak. Doa yang sama untukmu juga mbak

      Delete
  3. Hiks kebayang deh rasanya.... biasanya nginthilin terus jauh2an itu sesuatu banget ya pastinya....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak ... separuh hati terasa sepi, hehe

      Delete
  4. Saya tadi udah seneng bacanya pas anak ibu mau pulang terus di rumah disiapkan kejutan kecil. Eh tapi begitu ibu bilang anaknya kurusan aku jadi ikut sediihh... :(

    Tetap semangat ya buat ibu, anak dan keluarga. Selalu ada berakit ke hulu untuk bisa berenang ke tepian :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya bund ... ini juga masih terus membangun semangat. terimakasih atas suportnya

      Delete
  5. Aku jg udh kepikiran utk masukin anakku ke selolah asrama ato mondok. Buatku sih mondok ato sekolah asrama udh biasa di keluargaku mba :D. Aku dan adek2 semua sekolah di sekolah berasrama. Justru hrsnya tenang orangtua nyekolahin anaknya di tempat begitu, krn buatku sih lbh kondusif utk belajar, lebih teratur jg semuanya. Krn makan ada waktunya, belajar ada waktunya.. Asik loh malah. Makanya anakku nanti mau aku masukin sekolah begitu. Tp skr ini ditentang suami sih mba, krn dia ga tegaan. Pelan2 lah mau aku bujukin lg.

    ReplyDelete
    Replies
    1. haha .. iya sich mbah, buat orang tua yang terlalu sayang kadang memang agak berat gitu. Soalnya harus jauhan sama anak. Tapi Insyaallah kedepannya akan terbayar semuanya .... tentang pengorbanan orang tua. Saya doakan yang mbak bersama suami memiliki pandangan yang bisa disatukan untuk moncokkan anak.

      Delete

Terimakasih sudah menggunakan blog ini sebagai referensi.