UA-83233104-1

Tuesday 27 January 2015

Ibu Ajari Aku dari Surga

Buku ini sangat inspiratif. Sarat dengan pengalaman yang mengandung hikmah. Bagaimana menghadapi hidup, dan memaknai hidup itu sendiri. Saya sebagai penulisnya yang berkomunikasi langsung dengan beliau sering dibuat haru sekaligus kagum pada sosok beliau. Beliau adalah seorang yang sabar, berdedikasi tinggi, memiliki ketegaran yang kokoh dalam menjalani setiap himpitan keadaan. Dan bagus lagi beliau adalah orang yang tidak mudah putus asa. Diilhami dari buku yang saya baca tentang Marry Riana, saya melihat Bu Ida adalah sosok yang nggak beda jauh dengan tokoh Marry Riana dalam hal ketekunan bekerja keras dan semangat yang tiada mengenal putus asa.

Inilah detail tentang buku Ibu Ajari Aku dari Surga yang saya kutip dari www.jawapos.com


Tak Pernah Jumpa Mama, Sukses berkat Kerja dan Doa
17/11/14, 03:40 WIB

Sejak kecil Ida Widyastuti tidak pernah berjumpa dengan ibu kandungnya. Owner Roemah Snack Mekarsari itu dibesarkan kakek dan neneknya. Kerinduan pada sosok ibu menginspirasi dia menerbitkan buku. Perempuan 40 tahun itu yakin sosok yang telah melahirkannya tersebut turut menuntunnya pada kesuksesan.
Laporan Maya Apriliani, Surabaya
IBU, apa kabarmu di surga?

Aku sangat merindukanmu.

40 tahun tidak bertemu denganmu.

Aku bagai pengembara padang pasir yang merindukan setetes air…

Tiap detak jantungku, desah napasku,

alir darahku, adalah kau, Ibu.

Aku ada untukmu…

aku membutuhkanmu.

Ibu… ajari aku dari surga…




PUISI itu dilantunkan Ida Widyastuti dengan penuh penghayatan di tempat usahanya, Roemah Snack Mekarsari, Pondok Jati, Sidoarjo, Kamis (13/11). Puisi karya perempuan 40 tahun itu memang bukan fiksi. Bait demi bait dibuat berdasar pengalaman pribadi. Dia tumpahkan kegundahan hati dalam puisi. Puisi yang indah nan menyentuh hati tersebut tidak Ida simpan sendiri. Perempuan kelahiran Jatisono, Demak, itu membagi karyaya dalam buku perjalanan hidupnya yang berjudul Ibu, Ajari Aku dari Surga. Buku tersebut dia persembahkan untuk Musyarofah, ibunya yang tidak pernah dia temui sosoknya.

Buku yang di-launching pada 8 November tersebut mengupas tuntas kisah masa kecil Ida hingga remaja, berumah tangga, dan membangun bisnis dari nol. Peluncuran buku inspiratif di Jakarta itu dibuat Ida begitu istimewa. Seistimewa cintanya kepada ibu yang tidak pernah dia rasakan dekapannya.

Ida mengaku penyusunan bukunya sangat singkat. Buku yang ditulis ulang Sofie Beatrix dan Sugi Hartati itu selesai dalam tempo sekitar tiga bulan. Meski terbilang ngebut, buku tersebut selesai juga. 

Sebelum hari jadinya, Ida berpikir untuk membuat ”sesuatu” pada momen itu. ”Seperti banyak orang bilang life begins 40, di usia 40 ini saya ingin membuat buku,” ujarnya bersemangat. Demi memenuhi tenggat waktu tersebut, Ida rela diwawancarai penulis mulai pagi hingga larut malam.

Bahkan, sebelum buku diterbitkan, Ida rela menyempurnakan tulisan. Lembur demi kebaikan buku dilakukan dengan senang hati. Cintanya pada sang ibu membuat Ida makin bersemangat. Dia yakin mesti tidak merasakan belaian kasih sayang ibu kandungnya sejak kecil, perempuan yang telah melahirkannya tersebut tetap aktif menjaga Ida dengan caranya.

Meski bertekad untuk menulis kisah hidup terkait dengan ibunya, Ida belum mengetahui kisah orang tuanya itu secara gamblang. Selama ini Ida hanya menebak-nebak bahwa ibunya telah tiada. Saat kecil, dia tidak berani bertanya di mana ibunya. Rasa penasarannya itu hanya memperoleh jawaban bahwa ibunya berada jauh di sana, di langit. ”Percaya atau tidak, saya mengetahui cerita ibu yang sebenarnyaya baru-baru ini,” ujarnya.

Setelah hampir empat dekade, pertanyaan yang tersimpan dalam hatinya tentang kepergian sosok ibu baru mendapat jawaban. Tepat saat Ida memutuskan untuk menulis buku. Selama ini yang Ida ketahui hanya mendengar selentingan dari orang lain tentang kepergian ibunya. Tapi, hal itu tidak memuaskan hatinya. Kala itu Ida tidak berani bertanya kepada ayahnya, Karsipan. Begitu juga kepada kakek, Sumo Ramidjan, dan nenek, Suripah, yang merawat dia.

Ida akhirnya memberanikan diri menelepon bulik, adik ayahnya, Karyumi, di Demak. ”Pukul 23.00 saya menelepon Bulik,” katanya. Dengan penuh kesiapan mental, Ida menguatkan hati untuk mendengar kisah sejati kepergian ibu yang selama ini tidak pernah dia temui.

Dari cerita Karyumi, Ida tahu bahwa tidak sampai sehari setelah berjuang melahirkan dirinya, Musyarofah mengalami sakit yang luar biasa hingga tubuhnya kejang-kejang. Dia dibawa ke rumah sakit di Demak yang berjarak sekitar 15 kilometer. Kondisinya kritis karena kehilangan banyak darah. Waktu itu setelah melahirkan, Musyarofah memang mengalami pendarahan.

Kepergian ibu ternyata membuat kehidupan Ida terasa ”berat”. Meski mendapat limpahan kasih sayang dari kakek, nenek, bapak, dan saudaranya, Ida merasa tetap ada sesuatu yang hilang. Bahkan, saat masih duduk di bangku taman kanak-kanak (TK), dia sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari teman-temannya.

Ida sering di-bully. Teman-temannya sering mengejek bahwa Ida tidak memiliki ibu. Tapi, Ida sering menjawab bahwa dirinya memiliki emak, panggilannya untuk nenek. Seringnya mendapat ejekan seperti itu membuat Ida dongkol. Dia sering menangis karena merasa tidak ada teman yang membelanya. Bahkan, ejekan itu acap kali membuat Ida enggan sekolah. Dia balik ke rumah meski sekolahnya tinggal beberapa langkah.

”Baru setelah SD saya berani melawan teman-teman yang mengejek saya,” kenang perempuan yang awalnya bernama Ida Astuti itu. Bahkan, Ida pernah membuat kepala seorang temannya bocor karena batu bata. Gara-garanya, temannya tersebut, Tono, mengejek dia tidak memiliki ibu. Spontan Ida mengambil batu bata dan melemparkan begitu saja. Tidak disangka, bagian batu bata yang lancip mengenai ubun-ubun Tono. ”Darah hitam langsung keluar dari kepalanya. Saya pun lari ke rumah,” imbuhnya.

Ibunda Nabil Hilmi Daffa itu mengatakan, selain dipersembahkan untuk ibunya, buku tersebut dibuat untuk keluarga tercinta. Ketiadaan seorang ibu dalam kehidupan menjadikan Ida trauma. ”Trauma dalam arti positif lho ya,” ucapnya. Salah satunya adalah minimnya kenangan yang ditinggalkan ibu tercinta.

Agar anak-anaknya tidak kehilangan jejak kelak, buku itulah yang dibuat Ida sebagai kenangan sekaligus tanda ”sejarah” perjuangan. Ida tidak ingin anaknya kesulitan mencari cerita dan foto ibunya. ”Saya mau lihat foto ibu saja tidak bisa,” ucapnya pelan. Satu-satunya foto peninggalan ibu Ida adalah saat masih remaja.

Peraih juara pertama Pangan Nusa Award 2012 dari menteri perdagangan itu pun berharap bukunya mampu menginspirasi banyak orang. Sebab, Ida juga menuliskan liku-liku membangun ”kerajaan” bisnisnya. Mulai nekat bekerja di Batam, kuliah di Bandung, hingga berkeliling dagang emping di pasar tradisional.

Termasuk kegagalannya karena ditipu teman sendiri yang sudah dianggap seperti famili. Uang ratusan juta rupiah raib begitu saja. Juga kegigihan dan sikap keibuan Ida yang mampu merangkul unit usaha kecil menengah (UKM) sebagai mitra kerja. ”Konsep motherhood, bisnis dengan hati membuat kami semua bisa berkembang bersama,” tegasnya.


Meski Ida tak pernah mengenal ibunya sejak dilahirkan ke dunia, kini dia mampu menjadi ibu yang luar biasa. Bagi anak-anaknya, mitra usaha, bahkan para pegawainya. Sikap ngemong Ida menjadikan dia kini menjadi ibu sejati. 


***

Nah.. narcis dulu ah.... sebelum memulai wawancara mengawali pembuatan buku.
Ini di Pacet. Percisnya saya nggak paham, soalnya baru pertama ke sini.. hehe... ketahuan nggak pernah jalan-jalan. *sstt.... jangan rame-rame. Malu.



Diberaniin ah... narcis sama orang gedean. Bu sofie, seorang trainer, penulis, motivator. Dan Bu Ida seorang pengusaha sukses. Keduanya sudah dikenal dimana-mana. Dan Saya,... Ibu rumah tangga yang sukses. hehe.... nggak apa-apa dech yang penting sama-sama sukses. Semoga cepet ketularan.


Sofie Beatrix, Ida Widyastutik, Sugi Hartati


Setelah sering bersama-sama. Komunikasi secara intens. Maka lahirlah....
Teng.. teng...



Sudah beredar di toko buku Gramedia


2 comments:

  1. Waa bunda sugi kereen..bukunya makin banyak. Memang ya jauh dr ibu bikin sedih apalagi ini jauhnya ibu di surga :( jadi penasaran sm bukunya

    ReplyDelete
    Replies
    1. haha... belum keren Bund. Masih harus banyak belajar sayanya.
      Penasaran ya sama bukunya... ayo bund segera dimiliki, Isyaallah banyak pelajaran yang didapat dari kehidupan Bu Ida sebelum beliau sukses. Sudah ada di gramedia..

      Delete

Terimakasih sudah menggunakan blog ini sebagai referensi.